Oleh, Muhammad Yusya Rahmansyah
Siang itu terasa lebih terik dibandingkan sebelumnya di Jepara, ketika sosok perempuan yang masih remaja itu mengirimkan surat kepada sahabat penanya di Negeri Kincir Angin yang jauh dari pelupuk mata. Sahabat diskusi yang jauh di Nederlandsana,tak pernah bersua namun pikirannya sama. Estella namanya, akrabnya oleh gadis itu disebut dengan Stella tapi lengkapnya Estella Zeehandelar, seorang feminis sosialis dari Belanda yang kesehariannya bekerja di kantor pos surat dan telegram di Belanda. Stella dan gadis dari Jepara terus berkabar dan berdiskusi mengenai keadaan perempuan Eropa dan bagaimana keadaan perempuan di sebuah negeri jajahan Belanda. Tepatnya di kota kelahiran gadis itu Jepara. Stella merupakan aktivis sosialis Belanda, wawasannya luas dan suka menganalisis keadaan di Eropa terutama keadaan perempuan di sana. Sehingga gadis asal Jepara satu frekuensi dengan dia.
Gadis Jepara ingin perempuan di negerinya memiliki keadaan yang sama dengan apa yang terjadi di Eropa, seperti apa yang Stella ceritakan dan deskripsikan. Stella terkejut melihat apa yang didiskusikan diantara mereka, Dia bingung bagaimana gadis ini memiliki wawasan yang luas bahkan dibandingkan dengan kawan-kawannya. Mereka terus berbalas surat, berdiskusi mulai dari kesejahteraan sampai dengan kesengsaraan. Sampai akhirnya gadis Jepara kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa, di usia yang masih muda. Gadis tersebut tidak pernah bersua dengan Stella sahabat pena yang membuka pandangan mengenai keadaan perempuan di Eropa. Gadis ini sekarang merupakan seorang pahlawan di negerinya, lagu gubahan Wage Rudolf Supratman dipersembahkan untuknya. Kartini nama gadis sahabat pena Stella.
Kisah Raden Ajeng Kartini yang mengirim surat kepada sahabat penanya di Belanda merupakan, bagian dari kisah Kartini dalam memahami keadaan perempuan. Dengan sahabat penanya, mereka bertukar pikiran mengenai keadaan perempuan sehingga Kartini mendapat pandangan tentang bagaimana perempuan harus mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki. Kesetaraan pendidikan yang diharapkan Kartini dulu, saat ini sudah terjadi. Mengapa penting untuk menyebut Stella dan Belanda dalam pemahaman dasar tentang feminisme? Karena, ketika paham sosialisme muncul di parlemen Belanda pada akhir abad ke-17, muncul pula tokoh-tokoh liberal dan sosialis yang menentang penjajahan terhadap bangsa negara. Sehingga hadirnya sosialisme dan feminisme memiliki andil dalam menentang penjajahan yang dilakukan Belanda saat itu.
Feminisme masuk dalam kategori pemikiran modern dan memiliki arti bahwa alat analisis feminisme akan menyangkut posisi perempuan dan posisinya sebagai warga negara. Layaknya setiap pemikiran, feminisme punya asumsi dasar yang tidak bisa diganggu gugat perempuan tertindas. Dasar pemikiran memiliki keyakinan yang pada dasarnya tidak dapat diganggu gugat, namun bisa dikritisi. Feminisme sendiri muncul atas dasar perempuan yang tertindas khususnya dengan keadaan saat itu di Barat di mana posisi perempuan berada di bawah posisi laki-laki. Inilah yang disebut dengan permasalahan gender.
Selanjutnya, akan muncul pertanyaan dan analisis mengapa perempuan tertindas? Inilah yang menjadi dasar atau “Woman’s Questions” yang nantinya menjadi acuan, dalam perkembangan para feminis untuk menganalisis lingkungan dan ketidakadilan serta memproyeksikan gerakan sosial. Berawal dari pertanyaan mendasar, mengapa perempuan tertindas inilah feminisme terus berkembang mengikuti perkembangan keilmuan dan pemikiran seperti liberalisme, marxisme, sosialisme, dan yang lainnya.
Feminisme menghasilkan berbagai kategori dalam pergerakan dan pemikiran supaya mudah dikenali. Beragam gerakan feminisme juga menimbulkan kontradiksi antar satu sama lain, akan tetapi adanya kontradiksi ini tidak menjadikan feminisme terlihat monolitik, justru akan melengkapi karena, setiap perempuan memiliki keadaan dan kondisi yang berbeda-beda, maka feminisme memiliki keberagaman pergerakan didalamnya.
Beragam Feminisme dalam Pandangan Keilmuan
Kisah Kartini dan Stella diawal tulisan ini, menunjukkan bahwa gerakan keperempuanan bahkan sudah ada sebelum abad dua puluh satu datang. Keadaan perempuan di Eropa menjadikan munculnya gerakan-gerakan keperempuanan di Barat, dan mau tak mau Indonesia yang kala itu dijajah oleh Belanda dan bangsa Eropa lainnya memiliki nasib yang sama serta dialami oleh perempuan-perempuan nusantara kala itu. Pengaruh yang kuat akan permasalahan gendernya juga direspon dengan penyeimbangan gender yang dimunculkan pula dalam konteks keilmuan. Dengan pemahaman umum, mari kita bagi alur waktu dan perkembangan feminisme itu sendiri dengan mengambil ilmu dari Filsuf Feminis asal Amerika, Rosemarie Tong.
- Feminisme Liberal
Merupakan pergerakan yang dilakukan tidak lepas dari pengaruh Revolusi Perancis pada 1789. Revolusi Perancis memunculkan sebuah tren kebebasan yang berkembang di Eropa. Sebuah esai yangditulis oleh Mary Wollstonecraft tentang Revolusi Borjuis Perancis dan hak-hak perempuan sebagai warga negara menjadi sebuah awal kemunculan kajian perempuan, sebagai manusia yang hak-haknya harus dipenuhi sebagaimana tujuan revolusi Perancis dengan semangat kebebasannya. Percikan Revolusi Perancis membawa revolusi lain di Eropa, Revolusi Industri di Inggris dan tersebar sampai seluruh Eropa.
Liberalisme dan pengakuan individu menghasilkan borjuis yang melakukan penumpukan kapital melalui kerja dari manusia dengan kelas sosial yang lebih rendah. Di sini, kerja dan kelas sosial menjadi terfragmentasi semakin jelas dan penghisapan kerja menghasilkan pencemaran lingkungan bahkan eksploitasi terhadap anak dan perempuan pada saat itu. Keadaan ini memunculkan aliran feminisme selanjutnya.
- Feminisme Marxis dan Sosialis
Merupakan jawaban atas kritik terhadap revolusi industri dan kapitalisme, aliran feminisme ini hadir dan melihat bahwa kapitalisme bukan hanya hadir dalam proses produksi, akan tetapi juga hadir dalam bentuk reproduksi sosial yang dibebankan kepada perempuan. Feminis Sosialis mempercayai ada sosok kejam berkepala dua yang terus menggerus keadailan perempuan dalam masyarakat, yaitu kapitalisme dan patriarki. Sementara Feminis Marxis memiliki keyakinan bahwa segala permasalahan ketidakadilan berpangkal pada Kapitalisme. Feminisme Sosialis dan Marxis berfokus pada isu produksi dan reproduksi, bahwa terjadi pembagian kerja yang tidak adil secara gender dan perempuan dianggap sebagai ibu yang melakukan reproduksi sosial yang tidak dilihat sebagai kerja.
- Feminisme Radikal
Memiliki dasar yang sama dengan aliran sebelumnya, yaitu ketidakpuasan atas analisis Feminisme Sosialis dan Marxis, karena menurut aliran ini penindasan perempuan terjadi karena ketubuhan perempuan. Sehingga memiliki fokus terhadap isu tubuh, seksualitas dan kepuasan yang bersinggungan dengan gerakan lesbianisme di Barat. Mereka menginginkan perubahan mendalam yang dimulai dari, mencabut dan merubah institusi dari akarnya. Gerakan feminis radikal dipecah menjadi dua yaitu Feminis Radikal Kultural (FRK) dan Feminis Radikal Libertarian (FRL)kedua pecahan ini memiliki fokus yang berbeda.
FRK mengagunkan keperempuanan dan kemampuan rahim dalam menghadirkan kehidupan, dan bahwa hubungan seks heteroseksual adalah ketidakadilan dan kekerasan terhadap perempuan, sementara FRL melihat bahwa sebaiknya perempuan tidak lagi dibebankan dengan reproduksi dan menuntut adanya rahim portable, FRL pada keadaan bahwa maskulinitas dan feminitas harus dihargai sama dalam tubuh yang sama tanpa ada ide tentang perempuan sejati dan keperempuanan itu sendiri. Pasca perang dunia kedua, feminisme mengalami perubahan. Gerakan feminisme lekat dengan hadirnya kaum intelektual yang menentang perang dan penjajahan. Muncul sosok Simone de Beauvoir dan bukunya yang terkenal The Second Sex. Feminisme memasuki tahap yang lebih segar dengan sosok intelektual yang baru.
- Feminisme Eksistensialis
Muncul dari kelompok intelektual, dan sosok Beauvoir. Menghasilkan jawaban akan perempuan melalui filsafat, dan menghasilkan jawaban bahwa perempuan tidak hanya biologis tapi juga sebuah kategori sosiologis, dan membuka cara pandang perempuan menjadi sebuah gender yang nantinya digunakan oleh kajian feminis selanjutnya.
- Feminisme Psikoanalisis
Hadir dan mencoba memberikan jawaban, mengapa perempuan menjadi perempuan melalui kesadaran dan ketidaksadaran. Mereka memiliki pandangan bahwa perempuan memiliki cara kerja moral yang tidak dihargai oleh dunia yang “sudah terlanjur” patriarkal. Mereka juga percaya, bahwa apa yang dianggap adil oleh perempuan berbeda dengan apa yang dipikiran khalayak umum tentang keadilan.
Pasca munculnya negara-negara baru merdeka di Asia dan Afrika, kini sejarah dan kategori feminisme tidak hanya dari barat saja, namun muncul perspektif perempuan dari negara lain, dan menghasilkan feminisme yang lebih kompleks dibanding sebelumnya. Menghasilkan Feminism Interseksional untuk melihat bahwa, analisis gender harus dilengkapi dengan kelas sosial, warna kulit, identitas seksual dan konteks lokasi yang memperngaruhi lapisan penindasan.
- Feminisme Postmodern
Hadir dan berangkat dari konsep pemaknaan kembali, keadaan saat ini dimaknai ulang sehingga muncul pemahaman baru. Mereka percaya bahwa pemaknaan kembali mampu mengkritik struktur dominan dan membongkar ketidakadilan seperti isu diskriminasi terhadap LGBT, dan sebagainya.
- Feminisme Multikultural atau Global
Memberikan pengalaman berbeda dari tubuh dan negara yang berbeda. Menjadikan bahwa dasar pandangan epistemologi feminisme adalah empirisme atau pengalaman yang dialami sendiri, dan pengalaman perempuan nyatanya selalu berbeda. Pengalaman perempuan yang hidup di suatu wilayah misalnya Amerika Serikat dengan perempuan yang hidup di Indonesia tentu berbeda dilihat dari segi keadaan sosial, ras, suku dan budaya perempuan itu sendiri.
Feminisme Multikultural membuka suara terhadap teologi sebuah aliran feminisme dimana sebelumnya agama dipandang sebagai sistem patriarki sempurna, sehingga memberikan sebuah tafsir dan persepektif baru dari perempuan dalam beragama yang berperspektif feminis.
- Ekofeminisme
Merupakan aliran feminisme yang muncul akibat dari kerusakan sumber daya alam dan juga eksploitas alam besar-besaran untuk kepentingan industri. Gerakan ini menekankan hubungan antara alam dan perempuan yang sama-sama menjadi korban “perkosaan” kapitalisme dan menekankan unsur mistisme dan legenda sebagai alat penjelasan dan penghubung. Selain itu terdapat pula Feminisme Ekologi yang melihat dampak kerusakan alam terhadap hubungan antar manusia dan mengacu pada kajian ekologi.
Selain aliaran-aliran tadi feminisme bersifat non-kompetitif, artinya bukan persaingan melainkan kolaborasi dalam sebuah masyarakat yang adil gender. Miskonsepsi yang sering dituduhkan terhadap feminisme adalah upaya untuk membuat laki-laki sebagai musuh untuk dikalahkan. Sementara feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, karena yang menjadi tujuannya adalah perempuan, laki-laki, dan gender lainnya dapat hidup berdampingan dengan adil dan setara.
Beragam aliran dalam feminisme diatas menunjukkan, adanya perkembangan dalam keilmuan khususnya dalam konteks feminisme itu sendiri. Epistemologi feminis memang sulit diterima oleh mayoritas masyarakat karena, harus memahami perspektif dan prinsip feminisme sebagai ilmu pengetahuan. Semenatara ilmu pengetahuan di Indonesia terjebak dalam arus paradigma positivistik, objektif dan rasional justru dengan menganggap semua manusia sama tanpa mengindahkan identitas gender dan kelas sosial yang berbeda antar setiap manusia menjadikan itu bisa dan hal tersebut yang ditentang dalam analisis feminis.
Asal-usul feminisme yang dikatakan dari Barat juga tidak dapat dipastikan, sebab gerakan seperti ini merupakan hal yang masif dan serentak dibeberapa belahan dunia. Feminisme memang kurang populer di Indonesia, sebab pada sejarahnya tokoh-tokoh perempuan kurang diminati untuk dikutip dan dipopulerkan, maskulinitas pada sejarah Indonesia yang sudah dipolitisasi juga menjadikan hal ini terjadi.
Penyunting: Ghina