Gemercik News-Tasikmalaya (4/5). Puluhan mahasiwa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Siliwangi, lakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Kota Tasikmalaya, untuk memperingati hari Pendidikan Nasional pada Senin (3/5). Dalam aksi ini, mahasiswa mengajukan tiga isu pengadvokasian,disertai tujuh tuntutan kepada pihak DPRD.
“Isu yang pertama, mengenai guru honorer yang belum ada kejelasan tentang status finansial dan perlindungan hukum. Yang kedua, mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang belum memiliki kejelasan dan keberpihakannya kepada guru honorer. Yang ketiga, program kampus mengajar yang dirasa sangat tidak rasional,” jelas Sadid Farhan selaku Ketua BEM FKIP Unsil.

Adapun tujuh tuntutan tersebut sebagai berikut:
- Menuntut dan mendesak kepada pihak DPRD Kota Tasikmalaya untuk segera merancang dan membuat peraturan daerah mengenai guru honorer di Kota Tasikmalaya, berkaitan dengan upah dan perlindungan hukum guru honorer di Kota Tasikmalaya.
- Menuntut dan mendesak agar pihak DPRD Kota Tasikmalaya memberikan rekomendasi peninjauan kembali mengenai regulasi yang mengatur PPPK kepada pemerintah pusat yang berkaitan dengan sistem pemutusan kontrak, tunjangan, dan mekanisme perekrutan.
- Menuntut dan mendesak pemerintah Kota Tasikmalaya untuk mengatur kesejahteraan dan kelayakan upah bagi para guru honorer di Tasikmalaya, seminimalnya sesuai UMK.
- Menuntut dan mendesak agar dijabarkannya transparansi alokasi dana APBD di Kota Tasikmalaya tahun 2020.
- Mendesak pemerintah Kota Tasikmalaya untuk mendesak pemerintah pusat mengangkat guru honorer yang lebih dari 35 tahun untuk diangkat menjadi ASN tanpa tes.
- Mendesak pemerintah Kota Tasikmalaya agar mendesak pemerintah pusat, supaya melakukan peninjauan kembali pada regulasi kampus merdeka, karena kami anggap sebagai penghamburan anggaran negara.
- Mendesak pemerintah Kota Tasikmalaya untuk mengajukan permohonan diturunkannya Nadiem Makarim dari jabatannya, karena tidak becus mengurus segala permasalahan Pendidikan Nasional.
Menurut Sadid, mahasiswa FKIP Unsil sendiri memberikan tenggat waktu tiga bulan kepada DPRD untuk menanggapi dengan serius dan merealisasikan tuntatan tersebut. Ia pun menjelaskan, bahwa akan mengadakan aksi yang lebih besar jika pihak DPRD tidak menanggapi dengan serius tuntutan yang telah dilayangkan.
Tidak hanya itu, Sadid pun menuturkan sekitar satu tahun lebih Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjabat,hingga saat ini belum ada solusi konkret dan juga penyelesaian masalah mengenai pendidikan nasional yang memang tidak dapat dikatakan sedikit.
Selaras dengan itu, koordinator lapangan BEM FKIP Unsil, Rizki Syamsul Fauzi, menjelaskan bahwa aksi ini dilaksanakan atas dasar keprihatinan mahasiswa FKIP Unsil terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang sangat berdampak pada guru honorer.
“Kami sebagai mahasiswa FKIP merasa prihatin mendengar guru honorer di Indonesia mendapatkan gaji yang tidak manusiawi, yaitu selama tiga bulan sebesar dua ratus ribu,”tutur Rizki.

Selain itu, Rizki pun menuturkan terkait massa yang ikut aksi tersebut berjumlah sekitar 80 orang lebih. Terkait perizinan aksi ini dari fakultas sendiri pun (FKIP) telah mengizinkan untuk turun aksi. Menurutnya, dengan adanya aksi ini sudah diatur dalam undang-undang terkait kebebasan berpendapat.
“Kita tidak aksi dengan pikiran kosong, teman-teman dari FKIP saya tuntut selesai dulu dari pemikiran, setelah itu bisa turun ke jalan.” Tegas Rizki.
Reporter: Ades, Winda
Penulis: Najmi
Penyunting: Pipit S.