Alasan Maraknya Kasus Korupsi di Indonesia

WhatsApp Image 2021 04 09 At 17.02.15

Oleh: Thariq Najmi Octaviantoro

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberantas korupsi sudah lama dilakukan. Banyak media yang memberitakan, Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, hal tersebut tidak berpengaruh, nyatanya kasus korupsi masih sering terjadi di Indonesia.

Korupsi merupakan penyakit kronis dalam negara. Korupsi melahap kesejahteraan masyarakat hanya untuk kepentingan pribadi dan mengganggu stabilitas ekonomi, sosial, dan politik.

Ada tujuh jenis korupsi yang biasa dilakukan oleh para pejabat. Pertama, korupsi suap-menyuap, yang merupakan tindakan menerima atau memberi sejumlah uang untuk melakukan tindakan yang bertentangan secara aturan maupun hukum. Kedua, korupsi uang negara, menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara yang biasanya terjadi dalam pembayaran pajak. Ketiga, korupsi penggelapan jabatan, yang merupakan penggelapan laporan keuangan dan menghancurkan atau menghilangkan barang bukti,yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Keempat, korupsi terkait dengan pemerasan, merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk memaksa seseorang membayar sesuatu atau menerima pembayaran dari potongan, yang bertujuan untuk kepentingan pribadi.

Kelima, korupsi perbuatan curang, yang biasa dilakukan oleh pemborong atau pengawas proyek dalam pengadaan atau pemberian baranguntuk kepentingan pribadi dan merugikan negara. Keenam, korupsi terkait gratifikasi merupakan pemberian hadiah kepada pegawai negara atau penyelenggara negara dan tidak melaporkannya pada KPK, dalam 30 hari sejak diterimanya gratifikasi. Ketujuh, korupsi kepentingan pengadaan, merupakan sebuah pelanggaran pada sebuah instasi yang bertindak sebagai penyeleksi orang atau badan yang nantinya dikirimkan untuk pengadaan barang. Sebuah instansi yang menyeleksi orang atau badan, hanya diberi kewenangan hingga proses seleksi selesai. Jika ada instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus sebagai peserta seleksi, maka itu dapat dikategorikan sebagai korupsi.

Alasan terjadinya banyak kasus korupsi, merupakan bukti bahwa buruknya implementasi undang-undang dan peraturan. Hukuman yang dijatuhkan kepada para pidana korupsi tidak sebanding dengan apa yang telah diderita oleh rakyat. Padahal, tindak pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Lemahnya para aparat penegak hukum bisa terjadi karena dominasi partai politik di sejumlah institusi negara seperti kementerian, lembaga legislatif, lembaga keuangan, bahkan merembet pada pembuat kebijakan yakni lembaga eksekutif. Intervensi penguasa atau kekuatan politik sudah sangat lazim di Indonesia. Para koruptortidak membantu memberantas korupsi, justru mereka melakukan tindak pencegahan agar mereka bisa terus melakukan aksinya. Bisa juga terjadi karena kurangnya sinergi dari kejaksaan, kepolisian, dan KPK. Semua kondisi ini menjadi sebuah kesempatan sebagai jalan untuk melakukan korupsi.

Di samping itu, tindakan korupsi bukan hanya disebabkan karena hukum yang lemah. Tetapi juga faktor internal yang ada pada diri sendiri. Faktor internal ini dibagi menjadi dua yakni, faktor individu dan faktor sosial. Aspek yang ada pada faktor individu antara lain sifat tamak atau rakus, kurangnya moralitas, dan gaya hidup yang konsumtif. Selain itu, kebiasaan berbohong dan manipulasi juga yang menjadi cikal-bakal korupsi level tinggi yang merugikan negara.

Sementara untuk aspek sosial terjadi karena dorongan keluarga. Lingkungan membuat dirinya terus merasa kurang, sehingga memberi dorongan yang sangat kuat untuk korupsi yang mengalahkan sifat baiknya.

Pada bulan Maret 2021, terjadi kasus korupsi di Lembaga Keuangan Direktorat Jenderal Pajak oleh Angin Prayitno Aji. Wakil Ketua KPK Alexander menetapkan, Angin Prayitno tersangka dalam kasus dugaan suap miliaran rupiah.

Pada 1 April 2021, lalu kembali terjadi kasus korupsi. Alexander Marwata menetapkan Bupati Bandung Aa Umbara Sutisna sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19. Selain Aa Umbara KPK juga menetapkan PT Jagat Dirgantara, CV Sentral Sayuran Garden City Lembang, M. Totoh Gunawan dan Andri Gunawan yang merupakan anak dari Aa Umbara.

Beberapa kasus korupsi tersebut, menjadi bukti bahwa negara kita masih belum memiliki peranan hukum yang kuat dan rendahnya moralitas para pejabat. Pemerintah memang melakukan upaya untuk mengatasi hal ini. Tetapi itu tidak cukup, jika hanya melihat faktor eksternal tanpa membenahi rasa jujur dan meningkatkan moralitas di kalangan pejabat atau masyarakat itu sendiri. Para pejabat harus diberi edukasi, agar mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.

Penyunting: Rini Trisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *