Dimana Letak Mufakat Dalam Persidangan yang Katanya Demokratis?

Dimana Letak Mufakat dalam Persidangan yang Katanya Demokratis?

Oleh: Iftihal Muslim Rahman

Musyawarah Akbar Mahasiswa Universitas Siliwangi dilaksanakan dengan jangka waktu yang cukup panjang. Bahkan hingga 26 November 2016, sidang masih memasuki pemilihan calon Presiden Mahasiswa Universitas Siliwangi. Bukan main waktu yang sangat panjang untuk mencapai hasil mufakat ini. Bahkan krisis kepemimpinan masih terjadi dengan belum adanya fakultas yang mencalonkan salah satu mahasiswanya untuk menjadi Presiden Mahasiswa maupun wakilnya.
Apakah karena sistem yang mempersulit, atau paradigma para aktivis kampus ini yang mempersulit jalannya sendiri yang diganyang dalam tema untuk “Satukan Persepsi Demi Reformasi”, sedangkan hingga saat ini belum ada penyatuan persepsi dari setiap persepsi yang ada dalam persidangan tersebut. Apakah tema tersebut harusnya diganti dengan “Reformasi Untuk Satukan Persepsi”? 
Dilihat dari setiap fraksi yang ada terus-terusan ingin menjadi yang paling hebat dan nampak idealis dalam persidangan, tidak adanya rasa persatuan dapat dilihat dengan menelaah bagaimana prosesi Laporan Pertanggungjawaban Dewan Eksekutif Mahasiswa yang berlangsung hingga 3 hari lamanya. Adapun yang terlihat saat tidak adanya Wakil Presiden Mahasiswa, apakah semua fakultas ingin menjadi orang nomor satu di Organisasi Mahasiswa Universitas Siliwangi?
Pertanyaan besar ialah, dimana letak persatuan sebagai mahasiswa untuk memajukan Universitas? Bukankah semua adalah mahasiswa dalam satu universitas? Tidak dapat disalahkan pula ketika rasa menjadi orang nomor satu itu ada, yang menjadi masalah ialah ketika begitu sulitnya menyelesaikan persoalan yang sebenarnya mudah untuk dibenarkan. Ego siapa yang sedang kita beri makan?
Perlu ditindak lanjuti tentang pendidikan dalam persatuan untuk kemajuan tanah pendidikan yang sedang kita injak. Butuh rasa ikhlas dalam menjalankan tugas sebagai aktivis kampus yang bukan saja mengkritisi tetapi juga membenahi dan memberi solusi. Jika terus-menerus mementingkan egositas, maka yang terjadi hanyalah perpecahan, sedangkan tidak terjadi perubahan yang baik selain kehancuran dari organisasi mahasiswa itu sendiri.
Hal yang mempersulit sebenarnya adalah paradigma yang entah sengaja atau mengalir seperti itu untuk terus berbeda dan akhirnya menimbulkan adu argumen yang begitu panjang untuk menemukan mufakat. Seharusnya setiap mahasiswa dapat menjaga stabilitas politik di kampus, salah satunya adalah mencari jalan keluar terbaik untuk mencapai hasil yang dapat menjaga stabilitas politik kampus agar tetap kondusif. 
Setiap orang pada dasarnya mempunyai kepentingan, entah untuk dirinya sendiri ataupun untuk kelompoknya, tapi yang pasti selama itu tidak mengganggu kondusifitas sebenarnya bukanlah hal yang rumit dan tidak perlu dibesar-besarkan. Jika seseorang yang telah terpilih menjadi ketua, harusnya sudah jelas seorang ketua yang terpilih ialah yang dipercayai untuk amanah dalam menjalankan tugasnya. 
Sebuah alasan yang tidak logis jika terus-menerus membicarakan kesalahan peraturan yang mempersulit, karena aturan bukanlah kitab suci (Al-Quran misalnya) yang tidak dapat diubah. Bilamana aturan tersebut dinilai merugikan atau mempersulit, harusnya ada tindakan tegas untuk merubah aturan tersebut dengan klarifikasi ataupun pernyataan dari pihak-pihak terkait agar hal tersebut diubah. Pada kenyataannya setelah masalah membesar dalam persidangan, aturan tersebut baru dipermasalahkan. Ini merupakan hal yang lucu, apa yang sebenarnya diinginkan dari Musyawarah Akbar Mahasiswa ini? 
Jika ingin membangun UNSIL yang lebih baik lagi, ingin reformasi dari sistem yang mungkin belum baik pada era sebelumnya, maka laksanakanlah tugas sebagai mahasiswa yang tidak hanya kritis namun juga bersolusi. Semua mahasiswa UNSIL adalah keluarga, dan keluarga pasti saling menjaga dan melindungi serta melakukan yang terbaik. SALAM REFORMASI! 
“Mahasiswa lantang bersuara, namun jika suara dipaksa untuk dibungkam, menulislah. Biarkan dunia mengerti bahwa tulisan benar-benar kekal dan abadi, bahwa mahasiswa harus idealis, bukan hanya nampak idealis namun penuh kemunafikkan.” 
Sumber foto: 
https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj90-bppsvQAhUDXrwKHbXWDnMQjhwIBQ&url=http%3A%2F%2Fgerakanaksara.blogspot.com%2F2014%2F03%2Fdemkrasi-katanya.html&bvm=bv.139782543,d.dGc&psig=AFQjCNFK7UZ1e0eXn_szsTqD3MNQFIj-Aw&ust=1480417411692859

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *