Bulan Ramadan 2024 menjadi momen berharga bagi saya sebagai anak rantau. Untuk pertama kalinya, saya menjalankan ibadah puasa sendirian di Tasikmalaya, jauh dari sanak keluarga. Awalnya, saya khawatir akan merasa sedih dan kesepian. Namun, ternyata suasana Ramadan di tanah rantau ini tidak kalah meriah. Bersama teman-teman sesama anak rantau, kami menjalankan ibadah puasa dari perasaan sedih pun berubah menjadi kehangatan dan keceriaan.
Setelah tiga minggu berpuasa, saya memutuskan untuk pulang mudik seminggu sebelum lebaran. Idealnya, saya ingin pulang lebih awal untuk menghindari kerumunan pemudik. Namun, tugas perkuliahan membuat saya harus menunda keberangkatan hingga 3 April. Awalnya, saya mempertimbangkan bus sebagai transportasi mudik. Tetapi, informasi tentang tarif yang melonjak tinggi membuat saya beralih menggunakan kereta api sebagai alternatif transportasi.
Pemesanan tiket kereta dilakukan secara online dengan harga normal sebesar Rp63.000. Ada dua pilihan waktu keberangkatan, pagi pukul 09.54 WIB dan malam pukul 20.46 WIB. Saya memilih keberangkatan pagi agar tidak repot dengan bekal makanan karena saya akan berpuasa selama perjalanan. Saya hanya membawa satu tas berisi empat set pakaian dan sebuah laptop untuk menyelesaikan tugas kuliah yang tersisa.
Perasaan takut dan cemas sempat muncul, mengingat banyaknya pemudik yang akan menggunakan kereta api. Namun ketika sampai di stasiun, saya merasa tidak sendirian. Banyak penumpang lain juga mudik sendirian dan suasana stasiun yang ramai memberikan semangat mudik yang baru bagi saya. Saat kereta Serayu tiba, saya naik dan menemukan tempat duduk sesuai dengan nomor tiket. Tas saya letakkan di atas rak penyimpanan yang disediakan oleh pihak KAI (Kereta Api Indonesia).
Selama perjalanan, saya lebih memilih untuk menikmati kedamaian sambil mendengarkan musik lewat earphone, sesekali terlelap karena kurang tidur setelah sahur. Suasana di dalam kereta sangat tenang; banyak penumpang yang tidur atau asyik dengan telepon genggam mereka. Kontras dengan kedamaian di dalam, cuaca di luar mendung serta hujan lebat turun di beberapa daerah yang kami lewati, cuaca yang lengkap untuk tidur, apalagi dengan AC (Air Conditioner) yang membuat kereta makin sejuk.
Kereta yang saya tumpangi terlambat sampai, karena adanya gangguan di beberapa stasiun. Sekitar pukul 17.00 WIB, saya tiba di Stasiun Pasar Senen, yang ternyata jauh lebih ramai dibanding Stasiun Tasikmalaya. Kepadatan penumpang kereta jarak jauh dan KRL (Kereta Rel Listrik) membuat keluar dari stasiun menjadi tantangan. Di luar dugaan, keramaian di Stasiun Pasar Senen lebih heboh lagi, dengan orang-orang yang menunggu keberangkatan kereta atau membeli tiket. Banyak yang tampak duduk di ruang tunggu, mungkin menanti waktu berbuka. Saya pun memutuskan untuk bergabung menunggu azan Magrib.
Ketika azan berkumandang, semua orang di stasiun berbuka puasa. Saya hanya berbuka dengan air putih dan roti karena tidak sempat membeli makanan. Setelah itu, saya keluar stasiun untuk memesan ojek online menuju Stasiun Gondangdia, lalu naik KRL ke Bogor. Di luar Stasiun Pasar Senen, suasana sangat ramai dengan pedagang dan warga yang berbuka, terutama di taman kecil depan stasiun. Saya sempatkan membeli cireng untuk camilan sebelum naik KRL karena di dalam kereta tidak boleh makan.
KRL sore itu penuh dengan penumpang yang pulang kerja. Karena dekat dengan kawasan perkantoran, tidak heran jika KRL selalu ramai. Saya yang membawa tas besar harus berdiri karena tidak mendapatkan tempat duduk. Baru setelah melewati Stasiun Depok, saya mendapatkan tempat duduk untuk istirahat hingga tiba di Bogor.
Stasiun tujuan tidak sepadat Pasar Senen, mungkin karena sudah malam. Menginjakkan kaki kembali di kampung halaman setelah mudik sendirian memberikan rasa bangga. Banyak pelajaran yang saya dapat dari pengalaman ini, mulai dari suasana mudik dengan kereta hingga interaksi dengan pemudik lain. Perjalanan ini sangat berkesan, terutama karena saya pulang untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga. Pengalaman pertama kali ini sangat berharga bagi saya dan memberikan banyak manfaat pribadi.
Reporter: Dista Chandra Kirana @distakiranaa
Penulis: Dista Chandra Kirana @distakiranaa
Penyunting: Jelita Maulida Nurhamidah @jelitamn