New Normal Sama Dengan Pasrah atau Bagaimana?

D5ebec4f B996 4536 Bb0b 00741d129276

Oleh, Muhammad Yusya Rahmansyah

Sudah berapa lama kalian melakukan karantina mandiri di rumah? Sudah berapa banyak informasi pandemi yang menjejali telinga kalian dan merasuki pikiran kalian? Apakah kalian sudah siap menerima keadaan selanjutnya?

Mungkin itu pertanyaan yang akan banyak dilontarkan dalam pikiran selama pandemi ini terjadi. Rasa bosan dan frustrasi dengan keadaan menambah sebuah semangat baru untuk keluar dari situasi yang rumit ini. Ya, semua merasakan situasi yang sama bukan hanya Anda, saya, kamu dan aku tapi semua manusia seharusnya merasakan situasi yang sama, efek dari hadirnya pandemi di tengah kehidupan manusia.

Setelah dua bulan lebih pemerintah berjibaku menahan serangan virus pandemi, seluruh tim medis dan relawan turun untuk menghentikan penyebaran virus corona, dikeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menahan langkah laju penyebaran virus, tapi masih saja ada yang seakan kebal dengan virus ini. Hingga pengumuman pelonggaran yang kontroversial, serta munculnya New Normal. Suatu keadaan di mana kita harus “berdamai” dengan virus, ya virus corona. Melakukan aktivitas dengan situasi New Normal.

Keadaan New Normal sepertinya merupakan solusi paling mutakhir sebagai jalan keluar dari situasi yang rumit ini. Keadaan ekonomi yang terus menerus menurun dan tidak stabil, memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan pemulihan ekonomi, seperti yang direncanakan Menko Perekonomian. New Normal akan menjadi sebuah protokol atau aturan main baru dalam pelaksanaan upaya perbaikan keadaan. Pastinya dengan kehidupan yang  masih berdampingan dengan virus corona.

Seperti yang disampaikan pemerintah. Keadaan New Normal akan memaksa kita melakukan kehidupan seperti biasa namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Seperti situasi saat ini, menggunakan masker, mencuci tangan setiap jam, menjaga jarak aman, serta tidak berdekatan, dan tidak berkerumun. Pemerintah berharap dengan New Normal dan protokol yang ketat, keadaan ekonomi dapat pulih dan masyarakat dapat hidup dengan aman damai dan sejahtera.

Tapi, sebelum membayangkan New Normal apakah masyarakat sudah sepenuhnya sadar akan peraturan? Apakah aturan dapat ditegakkan dengan protokol yang pastinya banyak dan rumit? Sebelum membayangkan keadaan New Normal ada baiknya pemerintah mengingat kembali apa yang terjadi ketika kebijakan PSBB. Larangan mudik atau pulang kampung atau apalah itu yang sudah diberlakukan. Apakah masyarakat sudah sadar? Bagaimana kabar penumpang pesawat di bandara? Bagaimana kabar antusiasnya penutupan Mekdi? Atau bagaimana keadaan masyarakat yang masih senang dan seakan kebal dengan virus ini?

Apakah pemerintah tidak sadar isu relaksasi PSBB kemarin merupakan, sebuah blunder lain yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Juga gagalnya komunikasi antar menteri yang menambah rumit keadaan. Ada apa dengan pemerintah? Tidak hanya itu, penegak aturan atau aparat terlihat belum mampu menegakkan aturan PSBB ini.

Dilihat dari apa yang dilakukan narasi.tv (dalam kontennya Buka Mata dengan melacak pergerakan ponsel), setelah PSBB dan terlihat bahwa banyak perpindahan manusia dari Jakarta yang notabenenya merupakan Zona Merah, bagaimana bisa terjadi? Apakah aparat sudah diedukasi? Atau mereka hanya suka gaji? Banyak kejadian-kejadian di mana PSBB masih saja dapat dilewati dan diabaikan seakan-akan virus ini hanya masalah segelintir orang. Dan masih banyak orang yang sadar akan keadaan ini, semua harus berharap demikian.

Dari polemik keadaan PSBB masyarakat semakin sadar dengan keadaan, tagar #IndonesiaTerserah, mewarnai jagat maya, sikap pasrah dan terserah yang mewakili masyarakat yang sadar akan keadaan dan kesal dengan situasi yang terjadi. Saat semua dikarantina masih ada yang ke mana-mana. Pemerintah justru melakukan kebijakan aneh, tidak hanya eksekutifnya saja legislatifnya juga sama saja. Lalu muncul New Normal, kali ini apa yang akan terjadi dengan istilah New Normal pengganti kata pasrah atau sebagai penyejuk suasana.

New Normal

Skenario New Normal atau pola hidup normal baru yang akan terjadi di masyarakat Indonesia perlu dilakukan pengkajian dan perhatian kembali. PSBB yang ketat saja masih ada yang melanggar dengan berkerumun dan mencoba kebal dengan virus, bagaimana dengan normal baru yang nantinya akan sedikit longgar karena aktivitas manusia dilakukan seperti biasa namun dengan protokol kesehatan yang ketat.

Mengutip dari kompas.com, sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida berpandangan bahwa, belum semua lapisan masyarakat siap menerapkan pola hidup menurut dia, dibutuhkan proses adaptasi dan pencarian bentuk yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Sebab, pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini tidak mungkin bisa langsung mengubah tatanan masyarakat yang sudah terbentuk sebelumnya.

“Perubahan itu memang bisa tidak terencana sebagaimana yang distimuli COVID-19. Namun, perubahannya seperti apa? Kita masih mengamatinya. Mungkin ada sebagian aspek yang New Normal, ada yang Old Normal atau tatanan di masa-masa lalu, ada yang normal seperti sebelum pandemi,” ujarnya, Rabu (20/5/2020). (kompas.com)

Dari pernyataan sosiolog tersebut terdapat sebuah inti pembahasan. Bahwa masyarakat perlu paham keadaan New Normal itu seperti apa. Dan berbeda dengan Old Normal yaitu keadaan di mana pandemi  belum ada di masa-masa lalu yang normal. Mengapa perlu pemahaman lebih? Karena dalam keadaan PSBB ini saja, masyarakat belum sepenuhnya menghindari apa saja yang berpotensi dapat meningkatkan kesempatan terinfeksi virus corona dan masih melakukan aktivitas yang seakan tidak ada pandemi, atau Old Normal.

Kombinasi normal baru dan normal lama dapat dilakukan dalam upaya skenario New Normal dan tetap dengan protokol kesehatan yang perlu diterapkan dengan disiplin, masyarakat sudah mulai tidak peduli dengan keadaan, ini yang perlu disadarkan kembali agar masyarakat kembali sadar dan paham dengan keadaan yang terjadi apabila skenario New Normal dapat terjadi.

Dengan isu relaksasi kemarin saja, jalanan sudah kembali padat, pasar-pasar kembali penuh dan ramai masyarakat merasakan nostalgia Old Normal yang seperti dahulu bahkan dalam keadaan pembatasan sosial berskala besar sekalipun. Bagaimana ketika skenario keadaan New Normal dilaksanakan? Apakah virus ini nantinya semakin senang tinggal di Indonesia?

Kebijakan normal baru ini menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan termasuk ekonomi, negara mungkin memang sudah tidak sanggup memberikan bantuan-bantuan sehingga perekonomian masyarakat perlu berjalan agar mereka tetap sejahtera. Oleh karena itu kebijakan ini sangatlah kompleks dan perlu persiapan yang matang, jangan kembali menghasilkan blunder bagi pemerintah, karena rakyat yang menerima akibatnya.

Masyarakat perlu sadar dengan keadaan, normal baru berarti menunggu sesuatu, yaitu vaksin yang menjadi jalan terbaik keluar dari situasi ini. Jangan sampai terjadi Herd Immunity, keadaan di mana penderita infeksi virus mampu menghasilkan imunnya sendiri sebab membutuhkan 70-80 persen populasi penduduk Indonesia yang perlu terinfeksi dan harus mayoritas yang dapat sembuh, sehingga sistem imun individu dapat melawan virus dengan sendirinya tapi itu berarti sekitar 190 juta jiwa perlu terinfeksi.

New Normal sebuah keadaan baru yang perlu dimengerti, apakah ini jalan pasrah pemerintah? Atau ini solusi terbaik? Saat ini, masyarakat perlu mengerti dan pemerintah perlu jelas dalam memberikan sebuah kebijakan. PSBB masih longgar, bagaimana dengan New Normal?

Penyunting: Jihan F

Sumber:

https://www.narasi.tv/buka-mata/berhasilkah-psbb-jakarta-data-pergerakan-ponsel-berbicara?utm_source=yt&utm_medium=description-najwashihab&utm_campaign=bukamata-full&utm_content=berhasilkah-psbb-jakarta-data-pergerakan-ponsel-berbicara
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/05/20/14101141/awas-salah-kaprah-new-normal-malah-kembali-ke-rutinitas-sebelum-pandemi?page=2

Diakses dalam jaringan pada 20 Mei 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *