Kabut putih tipis menyelimuti kawasan Pinus Camping Ground, Darmacaang, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Suara terompet pencak mengiringi seorang lelaki paruh baya berpakaian serba hitam yang bersiap menaiki sebatang bambu setinggi 15 meter.

Ia adalah Suhada (34), pemain seni ketangkasan lais dari Padepokan Nurcahya Putra Galunggung yang menjadi salah satu pengisi acara Musyawarah Koordinator Daerah (Muskorda) 2 Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Galuh Raya, yang dihelat pada Rabu 17 November 2021.

Semua mata tertuju pada dua batang bambu setinggi 15 meter yang menjulang, di atasnya dipasang seutas tambang dadung. Jarak kedua tiang bambu itu sekitar 10 meter. Serombongan orang berpakaian serba hitam menari khas silat ibing di bawah dua tiang.

Setelah beberapa menit menari diiringi terompet dipadu tabuhan gendang dan gong, Suhada menaiki salah satu batang bambu. Semua yang menyaksikan terkesima melihat Suhada menaiki batang bambu dengan tenang.

Satu dua meter telah terlewati, semakin atas maka semakin kecil pula diameter bambu yang menjadi pijakannya. Sesekali ia menari di tengah perjalananya. Setelah menari dengan menggoyang-goyang kedua tangannya, Suhada kembali melanjutkan perjalanan menaiki batang bambu hijau tanpa memakai alas kaki. Sesampai di pucuk tiang bambu yang berdiameter kecil, ia kembali menari-nari sambil berdiri.

Aksinya merayap di seutas tambang yang membentang, sontak mengundang decak kagum semua yang menyaksikan. Tepukan tangan pun menggema di perkebunan pinus yang berada di pojok Kabupaten Ciamis itu.

Penonton di bawah terus bersorak. Sejak awal Suhada beraksi, ratusan pasang mata mengepalkan tangan dan membulatkan matanya. Khawatir hal buruk menimpa. Namun, meskipun menegangkan mereka tidak lupa mengabadikannya dengan kamera untuk menangkap foto atau video.

Setelah sampai di atas, suara sorak penonton tidak berhenti bahkan semakin menggila. Namun, seperti tidak memedulikan yang lain dan tetap konsentrasi pada aksinya, Suhada melanjutkan aksinya dengan berdiri di ujung tiang bambu. Seolah bukan manusia, Suhada dengan luwesnya kembali menari di tempatnya berdiri. Suara terompet yang tak berhenti mengiringi menambah semangat Suhada terus menggerakan tangannya seirama dengan tabuhan-tabuhan pengiring terompet.

Setelah puas menari, lelaki bercelana panjang hitam itu meraih tali yang membentang dan mulai beratraksi. Ketika Suhada memainkan tali dengan duduk di atasnya, rombongannya yang menyaksikan di bawah berusaha menahan bambu yang ikut bergoyang.

Tidak sampai di situ, Suhada melilitkan tali tersebut di badannya. Memutar tubuhnya hendak menguatkan pegangannya. Ia lalu kembali lagi melepas tangannya dan seolah-olah menari di udara.

Awan yang menggelayuti langit di sana membuat semua orang yang ada di sana tidak merasa kepanasan. Seruan penonton semakin kencang ketika Suhada mulai berayun di tengah-tengah tali yang tanpa pengaman apapun. Tidak lagi berayun, kini Suhada diam berbaring seolah sedang berada di hammock yang nyaman. Padahal día sedang di atas seutas tali dengan ketinggian sekitar sepuluh meter.

Sekitar lebih dari lima menit Suhada berada di atas tali. Kini día mulai melanjutkan perjalanannya untuk sampai ke bambu sebelah kiri. Sampai di seberang Suhada menuntaskan aksi ketangkasannya. Namun, tidak dengan cara biasa, lelaki berikat kepala bermotif batik itu menuruni bambu dengan posisi kepala di bawah. Meluncur sedikit demi sedikit tanpa merasa kesulitan.

Demi melihat Suhada turun penonton sampai menahan nafasnya. Apalagi ketika Suhada diam di tengah bambu. Sehingga beberapa sesepuh lainnya menyuruhnya untuk segera ke bawah menuntaskan seni ketangkasannya.

Sampai di bawah, Suhada berperilaku tidak tenang dan sempat seperti mengamuk. Namun, itu merupakan hal biasa dalam seni ketangkasan lais. Beberapa orang mendekati untuk menengkannya. Setelah seorang sesepuh mulai melafalkan doa, Suhada mulai tenang dan menuntaskan aksinya tanpa cedera sedikitpun.

Lais merupakan kesenian tradisional yang menampilkan aksi akrobatik tradisional Sunda yang nyaris punah lantaran tersandung regenerasi. Perlu latihan yang memadai, nyali, dan konsentrasi untuk memainkannya.

Padepokan Nurcahya Putra Galunggung, berupaya melestarikan seni ketangkasan itu. Suhada bersama bapak mertuanya, Aki Ahudin (76) hingga kini menjaga seni ketangkasan itu. Dua warga Cikeusal, Kabupaten Tasikmalaya, itu kerap mementaskan aksinya dalam sebuah acara besar di Tasikmalaya, hingga beberapa daerah di sekitarnya.

Penulis: Pasha Anisa Renovianti

Penyunting: Pasha Anisa Renovianti