Oleh: Nenti R.
Judul Film : Kartini (2017)
Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : Robert Ronny
Skenario dan Cerita : Bagus Bramanti
Hanung Bramantyo
Editor :Wawan Idati Wibowo
Pemeran : Dian Sastrowardoyo : R.A. Kartini
Ayushita Nugraha : R.A. Kardinah
Acha Septriasa : R.A. Roekmini
Deddy Sutomo : R.M. Sosroningrat
Christine Hakim : Yu Ngasirah
Djenar Maesa Ayu : R.A. Moeryam
Denny Sumargo : R.M. Slamet
Adinia Wirasti : R.A. Soelastri
Reza Rahardian : R.M. Kartono
Dwi Sasono : R.M. Joyodiningrat
Nova Erisa : Ngasirah Muda
(dll.)
Durasi Film : 117 Menit
Tanggal Rilis : 21 April 2017
Film Kartini (2017) menceritakan kehidupan R.A. Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Film ini diambil dari kisah nyata perjuangan R.A.Kartini pada tahun 1900 M, dengan segala pilunya. Pada saat itu, kedudukan perempuan sangat memprihatinkan. Perempuan harus tunduk pada aturan yang membeda-bedakan antara hak perempuan dan laki-laki. Perempuan tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan tinggi, bahkan untuk para ningrat sekalipun. Sosok Kartini yang cerdik dan berani mendobrak tembok aturan yang sudah lama melekat. Ia cantik, dan rendah hati, serta pantang menyerah untuk menggapai tujuannya.
Saat ia masih kecil, ia dipaksa berpisah kamar dengan ibunya dikarenakan perbedaan status. Kartini tumbuh dengan melihat ibunya menjadi pembantu di rumahnya sendiri. Sebab, ibu kandungnya tidak memiliki darah ningrat. Tumbuh menjadi seorang remaja, Kartini diharuskan untuk dipingit (berdiam diri di rumah untuk menanti lamaran), mempelajari tata karma dan tradisi yang sudah turun temurun. Sebelum ia dipingit, kakaknya, Kartono memberikan kunci lemari yang berisi buku-buku agar bisa ia pelajari. Seperti perempuan-perempuan lainnya, Kartini tinggal di rumah sembari menunggu laki-laki yang datang untuk meminangnya. Namun dalam lubuk hati Kartini, berat baginya untuk menerima aturan ini.
Sosok Kartini mempunyai cita-cita tinggi. Ia ingin melanjutkan pendidikan dengan mengajukan beasiswa ke Belanda. Suatu hari, dua gadis dipenjarakan ke kamar Kartini untuk dipingit, mereka adalah Kardinah dan Roekmini. Meskipun pada awalnya dua orang itu terpaksa dipingit, namun akhirnya mereka saling membantu untuk mendobrak tradisi. Kartini memberikan buku-buku dari lemari kakaknya untuk dipelajari oleh Kardinah dan Roekmini. Akhirnya mereka saling membantu untuk mendobrak tradisi. Dengan tekun menulis, Kartini mendapat banyak dukungan dan apresiasi terhadap karyanya. Banyak karyanya yang dipublish, ia sampai meminta untuk lebih dalam mempelajari kepenulisan.
Beranjak dewasa, pada usia 24 tahun Kartini hendak dipinang oleh seorang pejabat yang mumpuni, Bupati Joyodiningrat. Namun, ia menolak dengan memohon tidak ingin menjadi istri dan tetap ingin belajar dan mencurahkan diri untuk memperjuangkan kaum perempuan. Hal ini dimusyawarahkan dan membuahkan hasil bahwa Kartini bersedia dipinang dengan 2 syarat. Pertama, Joyodiningrat harus menyetujui gagasan-gagasan dan cita-cita Kartini tentang kemajuan kaum perempuan. Kedua, Joyodiningrat harus menyetujui Kartini untuk mendirikan sekolah bagi perempuan. Dengan tidak keberatan, Joyodiningrat menerima persyaratan ini. Tetapi, Kartini masih berat untuk dipinang. Antara perjuangan dan pengorbanan, Kartini menerima keputusan bulat untuk menikah dengan Joyodiningrat. Tiga hari setelah Kartini menikah, ada informasi bahwa Beasiswa ke negeri Belanda yang ia ajukan itu disetujui. Namun Beasiswa itu dibatalkan, dan setelah itu Kartini berhasil mendirikan sekolah bagi perempuan, dengan dukungan dari suaminya di Rembang.
Perjuangan Kartini sangat menyentuh hati dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan kaum perempuan di negeri ini. Alangkah malangnya perempuan pada masa itu, hanya tunduk dan patuh tanpa mempunyai kesempatan untuk bebas mengeksplor diri. Namun dengan tangguhnya, Kartini mendobrak dan mengorbankan cita-citanya demi kemajuan kaum wanita. Hal ini menjadi cerminan bagi pemudi saat ini, bagaimana peliknya memperjuangkan hak diri, terutama dalam hal pendidikan. Kartini mengatakan, “Bila orang hendak memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan budi harus sama dimajukan.” Tulisan-tulisan Kartini yang sangat bermakna, membuat Film ini sangat dianjurkan untuk ditonton dan diambil pelajarannya. Tidak hanya itu, film ini juga disajikan dalam penayangan yang luar biasa penuh penghayatan dan nuansa tradisional. Sehingga dapat menjadi reminder bagi kita semua, bahwa pendidikan adalah tonggak utama untuk kemajuan bangsa.
Alangkah baiknya, remaja atau anak-anak yang menonton film ini didampingi oleh orang dewasa atau orang tua. Sebab, adegan yang sedikit kasar terhadap Kartini dikhawatirkan menjadi poin negatif yang ditangkap oleh penonton. Ada pula beberapa pemeran yang terlihat menggunakan pakaian atau atribut yang cukup modern, serta berakting kurang mendalami perannya. Namun, tidak kalah dengan kelebihan dari film ini. Sosok Kartini sangat menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia, terkenal dengan sebutan “Pahlawan Emansipasi Wanita.” Perjuangannya menjadi motivasi yang sangat berpengaruh bagi perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya di negeri ini.
Penyunting: Andini P.