Top News

Sancang, Kisah Alam dan Harapannya

Oleh: Muhammad Yusya Rahmansyah

Perjalanan dua setengah jam dari Kota Tasikmalaya beradu cepat dengan awan kelabu hingga memasuki wilayah Kabupaten Garut, tepatnya di Kecamatan Cibalong. Awan kelabu Garut menyambut kedatangan saya, pepohonan hijau terhampar sejauh mata memandang. Menandakan bahwa saya mulai memasuki wilayah Desa Sancang.

Sebelum masuk Desa Sancang, terdapat tugu harimau berwarna putih menyambut, agak terkejut memang kalau baru pertama kali melihatnya. Lalu, selang beberapa meter mulai memasuki kebun pohon karet, sampai akhirnya mulai memasuki pemukiman masyarakat di Desa Sancang. Suasana hening mulai terasa, seperti pedesaan pada umumnya. Sampai di sana saya menemui sosok warga desa yang memiliki segudang harapan untuk desanya.

Pak RK, begitu sebutannya. “Nama saya Dede Suryana, tapi orang-orang memanggil saya RK, jadilah Dede RK atau RK saja”, julukan RK berasal dari posisi Pak Dede di desa yaitu sebagai Rukun Kampung atau yang biasa dikenal dengan nama RW. Jadi, selanjutnya kita sebut Pak RK saja. Sedikit wawancara dengan Pak RK membuka begitu banyak penjelasan mengenai Desa Sancang. Penjelasan asal usul Desa Sancang yang berawal dari pemekaran Desa Simpang pada tahun 2003. Lahirlah Desa Sancang yang memiliki sumber daya alam dan potensi wisata yang banyak.

Terdapat 2.803 Kepala Keluarga di Desa Sancang, mayoritas bekerja sebagai karyawan perkebunan. Sancang memiliki letak geografis yang cukup tinggi dari lautan, tetapi memiliki wilayah pantai dan terdapat vegetasi hutan di wilayahnya. Sebagai desa, Sancang merupakan desa yang lengkap vegetasinya. Terdapat kekayaan lautan yang melimpah dan juga kekayaan hutan yang sama banyaknya.

“Semenjak dari zaman kerajaan, mungkin kesininya zaman penjajahan Belanda. Cagar alam kawasan Desa Sancang itu sudah ada sejak dari dulu,”

 Pak RK memberi penjelasan tentang asal-usul cagar alam di Desa Sancang. Bahkan sejak dulu kawasan Desa Sancang adalah hutan lindung yang lebat. Cagar alam Sancang terbentang seluas 2.157 hektar, diresmikan secara nasional sejak tahun 1978. Hadirnya cagar alam di Desa Sancang berupa hutan yang memiliki tingkat kerapatan yang tinggi, menjadikan hutan Sancang menjadi wilayah bagi flora dan fauna di selatan Jawa Barat. Pak RK menjelaskan bahwa kawasan hutan cagar alam Sancang tidak digunakan oleh masyarakat desa, hanya menggunakan akses jalan untuk ke pantai dan memanfaatkan potensi sumber daya alam dari laut.

Selain itu, terdapat sebuah petilasan peninggalan Prabu Siliwangi. Petilasan tersebut banyak didatangi oleh para peziarah dari luar kota. Namun, keunikan Sancang tidak berhenti di sana. Terdapat sebuah tanaman sejenis bakau yang hanya terdapat di Sancang. Kaboa namanya. “Jadi, asal-usulnya diceritakan oleh sesepuh, berasal dari kata Boa-Boa ada,” ujar Pak RK menjelaskan sejarah singkat asal-usul nama tanaman langka ini berasal. Pagi yang agak berawan mengawali perjalanan ke bibir pantai Sancang. Sebelum sampai di pantai harus melewati jalan menurun yang hanya bisa di lewati motor. Aroma hutan yang khas menjadi pelengkap melewati jalan yang memiliki sudut kemiringan hampir 45 derajat itu. Jalan tersebut membelah hutan yang menjadi cagar alam nasional di wilayah Desa Sancang. Hutan Sancang memiliki tingkat kerapatan yang cukup tinggi. Suara serangga dan burung dapat terdengar sembari kita melewati jalan yang membelah hutan Sancang.

Perjalanan menurun membelah hutan menuju pantai sekitar 10-15 menit. Sepanjang jalan di kiri dan kanan terdapat hutan yang lebat. Sesekali bertemu dengan warga sekitar yang melewati jalan yang sama. Sesampainya di bibir pantai, pemandangan yang eksotis dan teduh menjadi ciri khas pantai Sancang. Pak RK menunjukkan arah menuju tanaman Kaboa, sejenis bakau yang hanya ada di Sancang. Cerita berlanjut di wilayah tumbuhnya Kaboa.

Kaboa dan Petilasan

Kaboa (Lumnitzera Racemosa), tanaman endemik yang langka. Tanaman sejenis bakau yang tumbuh di pesisir cagar alam Sancang yang hanya dapat ditemukan di Sancang. Tanaman ini memiliki kisahnya sendiri, mengapa Kaboa menjadi nama tanaman yang hanya dapat ditemukan di Sancang ini.

“Kaboa itu neunden ciri jadi Boa-Boa di sini,” ujar Pak RK. Tahun 1980-an, tanaman Kaboa mulai banyak dilirik oleh peneliti lokal bahkan internasional. Langkanya tanaman ini menjadi daya tarik tersendiri di Sancang khususnya di Desa Sancang.

Saat ini Tanaman Kaboa menjadi tanaman yang dilindungi. Saat melihat wilayah tumbuhnya tanaman Kaboa, banyak sampah berserakan disekitar wilayah tersebut. Pak RK menjelaskan bahwa sumber sampah ini berasal dari sungai-sungai yang mengalir dan bermuara di lautan Sancang. “Biasanya kita warga, bersama-sama membersihkan sampah yang ada di sini. Tapi saat ini belum sempat ada waktu, jadi hanya wilayah pantai yang dibersihkan,” Pak RK menceritakan keadaan saat ini, yang menjadi alasan banyaknya sampah di wilayah tumbuhnya Kaboa.

Kaboa memiliki kisahnya sendiri, dengan cerita-cerita yang beredar mengenai kepercayaan lokal (mitos) terkait kayu Kaboa yang sakti yang dapat menjadi penjaga. Kaitannya tidak lepas dari adanya petilasan Prabu Siliwangi yang memiliki kisah di Sancang. Di mana Sancang sebagai tempat nga-hyang (menghilang) Prabu Siliwangi. Terdapat petilasan berupa gua dan ada beberapa tempat yang sering dijadikan sebagai tempat meditasi.

Tempat petilasan tersebut sering didatangi peziarah-peziarah dari luar Garut. Yang menjadikan wilayah Sancang sebagai tempat wisata rohani dan sejarah. Selain itu kehadiran Kaboa menjadi daya tarik penelitian. Peneliti-peneliti dari luar negeri, sebut saja salah satunya Jepang dan beberapa negara di Eropa pernah meneliti Kaboa yang hanya dapat ditemukan di Sancang. Besar harapan semoga tanaman ini tetap terjaga dan lestari di Sancang.

Harapan Untuk Sancang

Setelah kurang lebih satu jam mengelilingi wilayah tumbuhnya Kaboa, sulitnya berjalan di tanah yang bercampur air laut dan tawar. Langkah kaki berhenti sejenak, pesona lautan yang luas menjadi teman berjalan menuju bibir pantai. Sambil berjalan, teringat keinginan Pak RK mengenai Desa Sancang. Keinginan untuk melakukan pemekaran desa yang harapannya terjadi tahun depan. Pemekaran ini didasari oleh luasnya wilayah Desa Sancang, sehingga terasa tidak efektif dan maksimal mengenai hal kesejahteraan warga desa.

Harapan lainnya keinginan akan adanya Desa Wisata Alam di Sancang. Keinginan Pak RK terkait desa yang tetap menjaga kelestarian alam serta warga desa yang tetap memperhatikan kelestarian alam dan juga dapat memanfaatkan potensinya. Dari paparan Pak RK, saya berspekulasi bahwa lelak Sancang akan menjadi desa ramah alam, agar terjaga anugerah yang ada di Sancang. Begitu banyak harapan yang ingin diwujudkan, tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat desa dan tentunya tetap melestarikan anugerah alam yang ada di Sancang. Amat disayangkan apabila anugerah tersebut tidak terjaga dan kehidupan masyarakat desa tidak sejahtera. Semoga harapan ini kedepannya dapat terwujud satu persatu.

Tak terasa sudah hampir tiga jam saya menikmati anugerah alam di Sancang. Puluhan cerita dapat dibagikan, tapi keindahannya tidak dapat di deskripsikan dengan jelas, tapi hanya dapat dinikmati dan dijaga. Hujan mulai turun, gerimis mulai jatuh di wilayah selatan Jawa Barat ini. Tandanya Saya harus kembali ke Tasikmalaya.

Sancang sampai saat ini masih menjadi cagar alam yang melindungi flora dan fauna yang ada di sana. Peran warga desa sangat besar dalam menjaga dan memanfaatkan potensi alamnya, sesuai porsi yang harus dipahami bersama. Manusia dan alam dapat hidup berdampingan, apabila sudah terjadi keadaan seperti itu, maka alam akan memberikan kebaikannya untuk manusia dan begitu sebaliknya. Beberapa jam di Sancang memberikan pandangan baru, manusia harus mulai sadar bahwa mereka tidak hidup sendiri di bumi. Dan semoga Sancang, kisah alam dan harapannya tetap terjaga dan menjadi kenyataan.

Penyunting: Rini Trisa

One thought on “Sancang, Kisah Alam dan Harapannya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *