Kesejahteraan dapat diraih dari setiap individu yang saling berkumpul dan bekerja sama. Namun, memahami setiap individu tidak begitu gampang seperti kelihatannya. Meninggalkan keegoisan diri, kemudian melakukan apa yang menjadi tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan, tidaklah mudah. Berangkat dari macam-macam sudut pandang kesejahteraan, ekonomilah yang menjadi sorotan utamanya. Individu mana yang hidupnya tidak ingin sejahtera? Apa pun akan dilakukan untuk mencapai titik kesejahteraan.

Di sepanjang hidup seorang insan, mungkin tidak pernah mengira jika selama bernapas di atas bumi ini akan mengalami beberapa persoalan hidup. Beberapa orang, untuk sekadar mengisi energi dirinya saja tidak dapat tercukupi. Meskipun bertahan dengan segala keterbatasan yang dimiliki, usaha tetaplah usaha. Mendapatkan apa pun yang bisa ditukar dengan selembar mata uang saja rasanya ingin sujud syukur selalu. Sambil berdoa dan berusaha, melewati hari demi hari, terkadang tidak ada hal yang dapat dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Alhasil, meminjam uang salah satu jalannya.

Melihat kondisi tersebut, emosi meluap dari berbagai individu yang tersiksa akibat bunga yang terlalu tinggi untuk meminjam uang kepada orang-orang yang selalu mengambil kesempatan atas sesuatu yang sempit. Jika begini, bukannya bisa untuk bertahan hidup, malah sebaliknya. Mencari uang untuk diri sendiri pun sampai setengah sadar. Bagaimana jika dituntut untuk membayar bunga yang tinggi itu di setiap harinya? Bukankah menambah gila? Banyak orang kebingungan, entah siapa yang salah. Siapa yang akan diandalkan jika persoalan tahun ke tahun terus seperti ini. Orang kaya makin kaya, orang miskin makin miskin. Ya, itulah kalimat yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi tersebut.

Raden Ngabei Aria Wiriaatmadja, seorang patih Purwokerto, tidak bungkam dengan hal tersebut. Berdirilah sebuah organisasi dengan sebutan “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofdenn” atau “Bank Simpan Pinjam para Priyayi Purwokerto”, dengan nuansa koperasi simpan pinjam. Melalui koperasi simpan pinjam, dapat membantu pegawai negeri agar bebas dari utang. Tak lantas sampai situ saja, organisasi ini dikembangkan kembali oleh De Wolf van Westerrode yaitu asisten residen wilayah Purwokerto di Banyumas.

Tahun 1908 dengan munculnya Boedi Oetomo dan Sarekat Islam yang berdiri tahun 1911, menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga dan sehari-hari. Hari demi hari lewat begitu saja, tentu suatu hal yang dianggap baik dan menguntungkan tidak akan ditelantarkan dalam waktu sekejap.

Pada 12 Juli 1947 merupakan catatan penting untuk kesejahteraan Indonesia karena ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Gerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi pertama kalinya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Berbagai pejabat penting, salah satunya Wakil Presiden Republik Indonesia, yaitu Mohammad Hatta menghadiri kongres itu. Suasana atas momen penting saat itu sangat hangat. Momen tersebut bukan sekadar bertemu dan berbincang, melainkan menghasilkan keputusan yang jelas dan terperinci.

Beberapa keputusan dalam kongres hari itu, di antaranya mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (Sokri); menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi; menetapkan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Indonesia; menetapkan peraturan dasar Sokri; pengurus disusun secara presidium dengan menetapkan Niti Soemantri sebagai ketua yang bertanggung jawab untuk menyusun badan pekerja dan sesuatu yang berhubungan dengan keputusan kongres; kemakmuran rakyat harus dilaksanakan berdasarkan pasal 33 UUD 1945 dengan koperasi rakyat dan koperasi ekonomi sebagai pelaksanaannya; mendirikan bank koperasi sentral; menetapkan konsepsi koperasi rakyat desa yang meliputi tiga usaha kredit, konsumsi, dan produksi dengan persyaratan bahwa koperasi rakyat desa harus dijadikan dasar sasaran Sokri; serta mempertebal dan memperluas pendidikan koperasi rakyat di kalangan masyarakat.

Tasikmalaya, kota yang menjadi saksi bisu atas sejarah koperasi Indonesia. Kendaraan yang melintasi jalan Moch. Hatta Kota Tasikmalaya, akan disuguhkan dengan sebuah tugu yang menjadi bukti penanda sejarah Indonesia, yakni tugu koperasi. Terpantau tegak sampai saat ini, meskipun bagian tugu tampak sedikit kusam. Bagaimanapun bentuknya, tugu tersebut merupakan aset yang sangat berharga dalam catatan sejarah koperasi di Indonesia.

Tugu yang berdiri tegak di sana, bukan hanya sebatas bangunan polos semata, melainkan hasil keputusan dari acara resmi yang diabadikan pada 76 tahun silam. Bagaimana dengan saat ini? Wilayah yang menjadi saksi bisu dahulu, kini telah menjadi kantor Pusat Koperasi Kabupaten Tasikmalaya (PKKT). Bangunan-bangunan yang menjadi catatan sejarah dapat dirawat dan tidak terbengkalai begitu saja di pinggir riuknya kesibukan kota.

Namun, apakah 12 Juli memang menjadi tanggal yang berarti bagi koperasi Indonesia? Pasalnya, tepat pada tahun lalu, di Tasikmalaya sendiri yang menjadi tempat disahkannya peringatan tersebut, nyaris tidak ada kegiatan. Tidak diam akan hal tersebut, Wali Kota Tasikmalaya periode 2021–2022, Muhammad Yusuf mengatakan bahwa di Kota Tasikmalaya sendiri banyak koperasi yang mati suri. Perlu diketahui, bahwa tidak adanya seremonial peringatan Hari Koperasi Indonesia pada 2022 lalu karena ada satu dan lain hal.

Semua orang pasti tahu, di tahun itu, kita semua berjuang untuk bertahan hidup karena pandemi Covid-19. Namun, ketika suatu insan positif berpikir, pasti akan ada saja hal yang dapat dijadikan pelajaran dan perbaikan untuk ke depannya. Pandemi Covid-19 akan menjadi salah satu cara peningkatan eksistensi dan operasional koperasi. Hal ini dapat jadi bagian dari penggerak pemulihan ekonomi saat itu dan sampai saat ini.

Namun, hal itu juga tidak bisa dijadikan suatu kebenaran. Suatu peringatan yang menjadi catatan abadi dalam sebuah sejarah, harus selalu diperingati bagaimanapun juga kondisinya. Jangan sampai, seterusnya tanggal ini hanyalah tanggal biasa, seolah tidak ada peristiwa apa pun sepanjang tahun itu.

Angin menderu kencang, kendaraan berlalu lalang di sekitar jalan, pedagang-pedagang menjualkan dagangannya, tampak pejalan kaki dengan santai di sana. Semuanya melihat bangunan yang berdiri tegak di jalan sana. Namun, apakah mereka semua tahu akan makna di balik bangunan tua tersebut? Ya, itulah peran kita semua untuk dapat menyebarkan catatan-catatan sejarah kepada generasi muda agar kenangan tidak hanya kenangan, melainkan ada hal yang harus dijaga dan dihormati.

Jangan sampai, rumput-rumput ilalang menutupi, tembok-tembok memudar, batu-batu habis tertutupi lumut. Membuat saya ikut tersadar, apakah saksi bisu ini hanya sekadar catatan sejarah saja atau benar-benar aset berharga yang dimiliki dan wajib dijaga sepanjang masa? Semua orang harus tahu, semua orang harus mengerti. Tidak hanya orang tua, pemerintah, atau bahkan rakyat saja. Kita tidak bisa lalai dengan apa yang menjadi saksi bisu dalam bukti nyata sejarah Indonesia. Hormat dan selalu bangga atas apa yang telah terjadi untuk memperjuangkan hal-hal kebaikan di hari itu, hari ini, dan hari-hari selanjutnya.

Penulis: Kanza Bilbina

Penyunting: Verra Neisya Septiani

Sumber:

DetikJabar. (2022, 12 Juli). Melihat Tugu Sejarah Koperasi Indonesia di Tasikmalaya. Diakses pada 12 Juli 2023. https://detik.com/jabar/berita/d-6175488/melihat-tugu-sejarah-koperasi-indonesia-di-tasikmalaya

Portal Resmi Kabupaten Bogor. (2016, 30 Agustus). Sejarah Perkoperasian di Indonesia. Diakses pada 12 Juli 2023. https://bogorkab.go.id/post/detail/sejarah-perkoperasian-di-indonesia