Gemercik News–Universitas Siliwangi (31/05). Mahasiswa Program Studi (Prodi) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Universitas Siliwangi (Unsil) angkatan 2022 meluncurkan program Sosialisasi Bahaya DBD dan Pojok Abate (Sohib Pokat) pada 15 Mei lalu. Farsya Devana Fatikah Fajwah, sebagai ketua kelompok, mengatakan bahwa ide awal program ini didapat dari survei kelompoknya di Kelurahan Setiajaya, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya.
“Sebenernya untuk nama programnya sendiri itu Sohib Pokat. Sohib Pokat itu sendiri adalah sosialisasi bahaya DBD dan Pojok Abate. Jadi, untuk idenya sendiri itu didapat dari proses kelompok kami, Dharmadaksa yang mana kita melakukan survei permasalahan yang ada di Kelurahan Setiajaya. Nah, kebetulan penyakitnya itu DBD,“ ucap Farsya, pada Gemercik Media (30/05).
Farsya menuturkan salah satu permasalahan di Kelurahan Setiajaya, adalah tingginya angka penyakit DBD yang disebabkan oleh kurang meratanya distribusi abate di masyarakat. Oleh karena itu, dibuatlah program Sohib Pokat ini. Program ini sebenarnya telah ada sebelumnya, tetapi karena penyebarannya belum merata, kemudian dilakukan improvisasi agar abate dapat didistribusikan secara lebih efektif.
“Tujuan dari adanya program Pojok Abate ini, salah satunya adalah meratakan pembagian abate ke seluruh warga. Jadi, programnya itu di setiap RW akan dibuat Pojok Abate yang ditaruh daftar atau list siapa saja yang sudah mengambil. Jadi, bisa tahu siapa saja yang sudah mengambil dan rata pembagiannya,” ungkap Farsya.
Menurut Farsya, manfaat dari program ini untuk menurunkan angka DBD, karena DBD saat ini tidak hanya disebabkan oleh gigitan nyamuk, tetapi dapat juga jentik nyamuk dari air mandi.
“Kalo abate sendiri itu, kayak untuk membunuh jentik-jentik. Kalo diibaratkan kita mau membunuh nyamuk itu seperti pake Baygon. Nah, kalo misal abate itu sendiri, khusus untuk membunuh jentik-jentik. Jadi, bisa dibilang produk untuk membunuh jentik-jentiknya. Untuk bentuknya itu bubuk kaya bulir-bulir,” jelas Farsya.
Kemudian, Farsya mengatakan tantangan pelaksanaan program ini cukup sulit dalam mengobservasi dan melakukan kuesioner kepada masyarakat. Kesulitannya, terkadang terdapat masyarakat yang tidak ingin diobservasi untuk mengetahui rumah mana yang memiliki jentik-jentik nyamuk. Proses di lapangan dilakukan dengan kuesioner, wawancara, dan observasi kondisi rumah. Misalnya, mengamati kebiasaan mereka dalam menggantung pakaian, menguras bak, dan menyoroti bak dengan senter.
“Saya berharap banget bahwa program kami bisa menyadarkan masyarakat, karena memang pengetahuannya yang kurang. Terus bisa menjadi trend di masyarakat agar terbiasa untuk menaburkan abate dan kerja bakti untuk pemberantasan sarang nyamuk. Selain itu, saya berharap dari pihak pemerintah setempat tetap mau terus menjalankan dan konsisten dalam programnya,” tutup Farsya.
Reporter dan Penulis: Elsa Sapitri
Penyunting: Fika Fatma Yuslia