Gemercik News-Universitas Siliwangi (06/09). Registrasi tahap dua yang dilakukan oleh mahasiswa baru Universitas Siliwangi jalur SBMPTN dikabarkan sempat eror. Hal ini mengakibatkan banyaknya pergantian status dari KIP-K menjadi reguler.

Perubahan status secara tiba-tiba ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena pihak lembaga kampus tidak menerima surat edaran untuk ketentuan tersebut. Selanjutnya karena kebijakan dari pihak pengelola keuangan di Ristekdikti yang dianggap telat.

Selain itu, Atang Nurjaman, S.Sos., selaku Kasubbag Akademik menuturkan bahwa terkait erornya registrasi tahap dua ini, disebabkan oleh kesibukan pihak IT sehingga merembet ke erornya proses registrasi.

“Mungkin dengan kesibukan pihak IT yang banyaknya kegiatan, sehingga molor ke proses (registrasi tahap dua) ini,” tutur Atang.

Atang juga menambahkan bahwa perubahan status KIP-K menjadi reguler bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama karena ada dua program studi yang tidak bisa menggunakan KIP-K dengan alasan keduanya belum terakreditasi, yaitu Pendidikan Fisika dan Ilmu Gizi.

Penyebab kedua yaitu karena hasil dari perhitungan dan perbandingannya. Dari sisi penghasilan tidak memenuhi syarat walaupun sebelumnya sudah dinyatakan lolos.

“Perubahan itu karena penghasilannya (orang tuanya) lebih dari Rp4.000.000,00. Sementara, di persyaratan, kan, KIP-K itu Rp4.000.000,00. Lalu, jika dibagi setiap individu (di dalam) keluarganya, (seharusnya) tidak lebih dari Rp750.000,00 per bulan. Nah, itu artinya (perhitungan setiap individu per bulan di keluarganya) melebihi (Rp750.000,00) setelah dihitung dan dibandingkan,” papar Atang.

Adapun menurut Atang, bagi yang lolos registrasi KIP-K, bisa saja berubah status disetujui atau tidaknya setelah masuk tahap verifikasi. Karena menurut Atang, KIP-K hanya media untuk mengajukan saja, sedangkan yang menetapkan itu perguruan tingginya.

“Tetapi kami juga tidak akan menghalangi itu KIP-K. Kalau misalnya diberi kesempatan oleh pihak pengelola keuangan di Ristekdikti, itu yang akan jadi prioritas kami untuk diajukan,” pungkas Atang.

Terakhir, Atang mengatakan kembali bahwa kebijakan ini dirasa sulit karena tidak ada surat edaran yang diterima pihaknya.

“Adanya perubahan di jalan dan yang paling sulit. Bapak juga tidak menerima surat edaran dari pihak pengelola. Padahal kami sudah meminta surat edarannya,” jelas Atang.

Reporter: Syahda Ulum

Penulis: Syahda Ulum

Penyunting: Anakus